Kota Payakumbuh terutama pusat kotanya dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda yang dimulai sejak keterlibatan mereka dalam perang Padri, dan kemudian kawasan ini berkembang menjadi depot atau kawasan gudang penyimpanan dari hasil tanam kopi dan terus berkembang menjadi salah satu daerah administrasi distrik pemerintahan kolonial Hindia-Belanda waktu itu[2].
Kota ini dibelah oleh sungai yang bernama Batang Agam, menurut tambo setempat, dari salah satu kawasan di dalam kota ini terdapat suatu nagari tertua yaitu nagari Aie Tabik dan pada tahun 1840[3], Belanda membangun jembatan batu untuk menghubungkan kawasan tersebut dengan pusat kota sekarang. Jembatan itu sekarang dikenal juga dengan nama Jembatan Ratapan Ibu.
PEMERINTAHAN
Kota Payakumbuh sebagai pemerintah daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1956 tanggal 19 Maret 1956, yang menetapkan kota ini sebagai kota kecil[4]. Kemudian ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1970 tanggal 17 Desember 1970 yang menetapkan kota ini menjadi daerah otonom pemerintah daerah tingkat II Kotamadya Payakumbuh. Selanjutnya wilayah administrasi pemerintahan terdiri atas 3 wilayah kecamatan dengan 73 kelurahan yang berasal dari 7 jorong yang terdapat di 7 kanagarian yang ada waktu itu, dengan pembagian kecamatan Payakumbuh Barat dengan 31 Kelurahan, kecamatan Payakumbuh Timur dengan 14 kelurahan dan kecamatan Payakumbuh Utara dengan 28 kelurahan.
Dan pada tahun 2008, sesuai dengan perkembangannya maka dilakukan pemekaran wilayah kecamatan, sehingga kota Payakumbuh sekarang memiliki 5 wilayah kecamatan, dengan 8 kanagarian dan 76 wilayah kelurahan.
Adapun wilayah kecamatan yang baru tersebut adalah kecamatan Lamposi Tigo Nagari, yang terdiri dari 6 kelurahan dalam kanagarian Lampasi dan Kecamatan Payakumbuh Selatan, yang terdiri dari 9 kelurahan dalam 2 kanagarian yaitu Limbukan dan Aur Kuning. Sedangkan kecamatan Payakumbuh Barat terdiri dari 22 kelurahan dalam kanagarian Koto Nan IV. Kecamatan Payakumbuh Timur terdiri dari 14 kelurahan dalam 3 kanagarian, yaitu Aie Tabik, Payobasuang dan Tiakar. Kecamatan Payakumbuh Utara terdiri dari 25 kelurahan dalam kanagarian Koto Nan Godang[5].
ini salah satu foto alam yg masih segar men..
ini dia salah satu stasiun rel kereta api tempo doeloe men abad 19
Rumah assistent-resident Payakumbuh di sekitar tahun 1900
ini dia Masjid di Payakumbuh di tahun 1920-an men
Payakumbuh di tahun 1883–1889
Pemandangan jalan di Payakumbuh di akhir abad ke-19
GEOGRAFIS
Kota Payakumbuh berada pada hamparan kaki gunung Sago, dan dikelilingi oleh kabupaten Lima Puluh Kota. Kota ini berada dalam jarak sekitar 30 km dari kota Bukittinggi atau 120 km dari kota Padang dan 188 km dari kota Pekanbaru.
Keadaan topografi daerah kota ini terdiri dari pebukitan dengan rata-rata ketinggian 514 meter diatas permukaan laut, dan suhu rata-rata berkisar antara 26 °C serta kelembahan udara antara 45 hingga 50 %.
Untuk penggunaan lahan di kota Payakumbuh adalah seperti berikut:
No. | Jenis Lahan | Persentase (%) | Keterangan |
---|---|---|---|
1 | Sawah | 37.9 | - |
2 | Tanah kering | 62.1 | * 47.0% dari tanah kering ini merupakan usaha pertanian, 28.0% tanah bangunan dan halaman serta sisanya berupa hutan negara, dan semak belukar. |
PERHUBUNGAN
Kota ini termasuk kota penghubung antara kota Padang dengan kota Pekanbaru, dan dari kota ini dapat juga terhubung ke jalur lintas tengah Sumatera tanpa mesti melewati kota Bukittinggi.Saat ini tengah dibangun jalan lingkar luar bagian utara (10,45 km) dan selatan (15,34 km) dikenal dengan Payakumbuh Bypass untuk memudahkan akses transportasi tanpa harus melalui pusat kota dan untuk mendorong pertumbuhan ekonominya. Pembangunan jalan ini berasal dari dan pinjaman pemerintah pusat kepada Bank Pembangunan Asia (ADB)[9].
PEREKONOMIAN
Untuk menjadikan kota ini sebagai sentra perdagangan selain dengan meningkatkan pasar-pasar tradisional yang ada selama ini, pemerintah setempat bersama masyarakatnya mencoba membangun sistem pergudangan untuk mendukung aktivitas perdagangan yang modern. Dan saat ini kota Payakumbuh telah memiliki sebuah pasar modern yang terletak di jantung kotanya.
Sementara industri-industri yang ada di kota ini baru berskala kecil, namun telah mampu berproduksi untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri, diantaranya sulaman bordir dan songkok/peci[11].
OLAHRAGA DAN BUDAYA
Masyarakat kota ini memiliki klub sepak bola yang dikenal dengan nama Persepak Payakumbuh yang bermarkas pada stadion Kapten Tantawi.
Olahraga pacu kuda juga merupakan pertunjukan yang paling diminati oleh masyarakat kota ini, dan biasa setiap tahunnya diselenggarakan pada gelanggang pacuan kuda yang bernama Kubu Gadang yang sekarang menjadi bahagian dari komplek GOR M.Yamin.
Kota Payakumbuh memiliki beberapa pertunjukan tradisional, diantaranya tarian-tarian daerah yang bercampur dengan gerakan silat serta diiringi dengan nyanyian, dan biasa ditampilkan pada waktu acara adat atau pergelaran seni yang disebut dengan randai[12]. Salah satu kelompok randai yang terkenal diantaranya dari daerah Padang Alai, yang bernama Randai Cindua Mato.
Masyarakat kota Payakumbuh juga terkenal dengan alat musik jenis Talempong, yaitu sama dengan alat musik gamelan di pulau jawa, yang biasa ditampilkan dalam upacara adat, majlis perkawinan dan lain sebagainya. Selain itu alat musik lain yang masih dijumpai di kota ini adalah Saluang, yaitu sejenis alat musik tiup atau sama dengan seruling.
Selain itu terdapat juga pertunjukan Pacu Itik yang setiap tahunnya diselenggarakan pada nagari-nagari yang ada dalam kota ini.
MAKANAN KHAS
Kota Payakumbuh dikenal juga dengan sebutan Kota Botiah. Selain botiah masih banyak makanan khas dari kota ini diantaranya gelamai, boreh rondang, kipang, rondang boluk, rondang tolua dan martabak tolua. Di nagari Tiakar juga terdapat paniaram yaitu kue dari beras kotan di campur gula onau.
| |||||
OBJEK WISATA : Jembatan Ibuh dan Tugu Ratapan Ibu | |
Jembatan Ibuh merupakan tempat dimana terjadi pembantaian anak nagari Payakumbuh oleh penjajah Belanda yang ditembak dan disiksa kemudian dilemparkan ke Batang agam di Jembatan tersebut. Kemudian dengan isak tangis para Ibu atau Bundo kanduang, maka dijadikanlah sebagai tonggak sejarah perjuangan rakyat Payakumbuh dengan membangun Tugu ratapan Ibu. |
OBJEK WISATA : Masjid Tuo Koto Nan Ampek | |
Masjid tuo koto nan ampek dibangun pada masa penjajahan Belanda yang terletak dikelurahan Balai Nan Duo koto nan Ampek Payakumbuh. Bentuk aslinya yang masih terpelihara yang terdiri dari bahan-bahan kayu/papan dan pohon kelapa. Meskipun telah berusia + 100 tahun, namun masih tetap kuat dan utuh. objek wisata ini hanya berjarak 2 km dari pusat kota |
OBJEK WISATA : Ngalau Indah | |
Ngalau Indah Payakumbuh merupakan objek wisata kebanggaan Kota Payakumbuh. Ngalau Indah yang merupakan objek wisata di bukit simarajo yang merupakan kawasan hutan hijau lindung yang memiliki udara yang sejuk dan pemandangan yang cantik. Kolam Renang Ngalau Indah Berkelas Internasional yang dibangun untuk keperluan anak nagari dalam meningkatkan minat olah raga renang serta sebagai objek wisata. Kolam Renang tersebut diresmikan oleh Gubernur Sumatera Barat H. Gamawan Fauzi tahun 2006. | |
Pintu Goa Ngalau Indah dilihat dari Dalam Goa |
OBJEK WISATA : Ngalau sampik | |
Objek wisata ngalau sampik yang terletak berdampingan dengan Ngalau indah juga merupakan salah satu objek wisata kawasan hutan lindung dengan wajah pemandangan hutan hijau dan cantik yang terletak dekat jalan raya lintas Padang Pekanbaru |
OBJEK WISATA : Pacu Itiak | |
Pacu Itiak (itik) Merupakan satu olah raga unik yang digelar oleh masyarakat Payakumbuh. Itik yang diperlombakan adalah itik khusus yang berusia antara 4-6 bulan. Keunikan dari Perlombaan ini adalah pada tempat penyelenggaraanya yang bukan dilakukan di sungai atau kolammelainkan diudara. Pacu itik dilombakan dengan jarak terbang yang sudah ditentukan seperti 800 m, 1600 m, dan 2000 m. Pemenangnya adalah itik yang dapat terbang diatas jalur yang ditentukan dengan pencapaian garis finish lebih awal | |
OBJEK WISATA : Pacu Jawi (Sapi) | |
Kegiatan Pacu Jawi (Sapi) diadakan diareal persawahan dan biasanya dilaksanakan sesuai musim panen.pada dasarnya perlombaan ini diadakan agar suasana panen lebih semarak dan menyenangkan. Dua ekor sapi diikat pada sebuah bajak dengan joki menari-narik ekor sapi. Dalam setiap perlombaan melibatkan 5 sampai 10 pasang sapi berpacu dari garis star sampai finish.Biasanya perlombaan ini diadakan 3 kali setahun sebelum musim tanam yang bertempat digelanggang Tanjung Anau, Payobasung | |
| ||||||||||||||||||
|
|
|